Sunday, February 12, 2017

Misteri Punuk Unta

“Apakah mereka tidak memperhatikan, bagaimana unta diciptakan?” (Q.S. al-Ghasyiyah /88:17)

Tidak ada satu makhluk Allah yang tidak berguna, itu pasti. Persoalannya hanyalah pada keterbatasan kemampuan manusia dalam mengungkap manfaat dan misterinya. Salah satunya dan yang secara tegas menantang manusia adalah fakta tentang unta.

Salah satu fakta tentang unta yang masih menjadi misteri adalah kemampuannya bertahan hidup di padang pasir yang panas tanpa air dalam waktu lama, hingga sekitar satu setengah bulan. Cukup lama fakta ini menjadi misteri yang membingungkan para ilmuwan.

Pada akhirnya, para pakar fisiologi dan biologi telah menemukan jawaban dari misteri tersebut, yaitu bahwa unta ternyata memiliki kemampuan untuk memproduksi air dari lemak yang terdapat dalam punuknya melalui proses kimiawi, yang tidak dapat ditandingi oleh industri yang ada di dunia. Unta menyimpan cadangan air di punuknya. Jika unta menyimpannya di bawah kulit seperti manusia, maka suhu tubuh akan meningkat drastis dan berakibat fatal. Unta mampu menyimpan lemak di punuknya sekitar 120 kg, dengan jumlah cadangan lemak sebanyak ini unta mampu bertahan hidup tanpa air selama satu setengah bulan. Subhanallah… dan masih banyak misteri lain tentang unta, baik yang sudah terungkap maupun yang belum. Terus belajar!


Saturday, February 11, 2017

Perilaku Mulia Beriman Kepada Qada dan Qadar

Perilaku seseorang yang mencerminkan kesadaran beriman kepada Qada' dan Qadar Allah Swt., dicerminkan dalam beberapa perilaku seseorang di antaranya sebagai berikut:
1. Selalu menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Orang yang beriman kepada Qada' dan Qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena rahmat Allah. Apabila ia mengalami kegagalan, ia tidak mudah berkeluh kesah dan berputus asa, karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah. Ia menyadari bahwa dibalik kegagalan ada hikmah.
2. Banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada Qada' dan Qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian. Perhatikan Firman Allah Q.S.at-Taubat/9:51!
3. Bersikap optimis dan giat bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada Qada' dan Qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu. Perhatikan Firman Allah Q.S.Ali-Imran/3:159!
4. Selalu tenang jiwanya
Orang yang beriman kepada Qada' dan Qadar senantiasa tenang hidupnya, sebab ia selalu senang atas apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur.


Friday, February 10, 2017

Hikmah Beriman kepada Qada dan Qadar

Dengan berimannya kita terhadap Qada dan Qadar sebagai umat islam kita sepatutnya mengambil hikmah dari kejadian-kejadian tersebut, berikut Hikmah Beriman kepada Qada dan Qadar.

1. Semakin meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam ini tidak lepas dari sunnatullah;
2. Semakin termotivasi untuk senantiasa berikhtiar atau berusaha lebih giat lagi dalam mengejar cita-citanya.
3. Meningkatkan keyakinan akan pentingnya peran doa bagi keberhasilan sebuah usaha;
4. Meningkatkan optimisme dalam menatap masa depan dengan ikhitar yang sungguhsungguh;
5. Meningkatkan kekebalan jiwa dalam menghadapi segala rintangan dalam usaha sehingga tidak berputus asa ketika mengalami kegagalan;
6. Menyadarkan manusia bahwa dalam kehidupan ini dibatasi oleh peraturan-peraturan Allah Swt., yang tujuannya untuk kebaikan manusia itu sendiri

Hukum Allah (Sunnatullah)
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. (Q.S. ar-Ra’d/ 13:11)
Kesuksesan kalian tidak akan terwujud tanpa melakukan perubahan dari dalam. Untuk menghasilkan suatu kebaikan bagi diri kalian, dituntut untuk menanamkan benih kebaikan.
Perbuatan tidak produktif dan bermalas-malasan menyebabkan kalian akan terpuruk. Bila kenyataannnya demikian, apa yang kurang dari kalian?
Karena itu ubahlah kondisi dalam diri kalian, sehingga Allah mengubah kondisi sulit atau ketidaksuksesan kalian yang sedang kalian hadapi.
Jangan menjadi pemimpi yang berdiri di pohon labu, kemudian memohon kepada Allah agar memberikan apel.
Bagaimana mungkin hal itu dapat terjadi? Siapa yang menginginkan apel, sudah barang tentu harus menanam dan merawatnya.


Tuesday, February 7, 2017

Makna Beriman kepada Qada dan Qadar

Makna Beriman kepada Qada dan Qadar
Makna Beriman kepada Qada dan Qadar -
Qada' dan Qadar atau takdir berjalan menurut hukum “sunnatullah”. Artinya keberhasilan hidup seseorang sangat tergantung sejalan atau tidak dengan sunnatullah. Sunnatullah adalah hukum-hukum Allah Swt. yang disampaikan untuk umat manusia melalui para Rasul, yang tercantum di dalam Alquran berjalan tetap dan otomatis. Misalnya malas belajar berakibat bodoh, tidak mau bekerja akan miskin, menyentuh api merasakan panas, menanam benih akan tumbuh dan lain-lain.

Kenyataan menunjukkan bahwa siapa pun orangnya tidak mampu mengetahui takdirnya. Jangankan peristiwa masa depan, hari esok terjadi apa, tidak ada yang mampu mengetahuinya. Siapa pun yang berusaha dengan sungguh-sungguh sesuai hukum-hukum Allah Swt. disertai dengan do’a, ikhlas dan tawakal kepada Allah Swt., dipastikan akan memperoleh keberhasilan dan mendapatkan cita-cita sesuai tujuan yang ditetapkan.

Berkaitan dengan makna beriman kepada Qada' dan Qadar, dapat diketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Allah Swt. sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.

Janganlah sekali-kali menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat kejahatan. Pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang pencuri tertangkap dan dibawa ke hadapan Khalifah Umar.
” Mengapa Engkau mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”Memang Allah sudah menakdirkan saya menjadi pencuri”. Mendengar jawaban demikian, Khalifah Umar marah, lalu berkata, ” Pukul saja orang ini dengan cemeti, setelah itu potonglah tangannya!” para sahabat lain bertanya, ” Mengapa hukumnya diberatkan seperti itu?”Khalifah Umar menjawab, ”Ya, itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib dipukul karena berdusta atas nama Allah”.

Beriman kepada takdir selalu terkait dengan 4 (empat) hal yang selalu berhubungan dan tidak terpisahkan. Keempat hal itu adalah iman kepada takdir itu sendiri, ikhtiar, do’a, dan tawakal.
a. Takdir
Mengapa manusia tidak mampu terbang laksana burung, tumbuh-tumbuhan berkembang subur, lalu layu, dan kering. Rumput-rumput subur bila selalu disiram dan sebaliknya bila dibiarkan tanpa pemeliharaan akan mati. Semua contoh tersebut, adalah ketentuan Allah Swt. dan itulah yang disebut Takdir.

Manusia mempunyai kemampuan terbatas sesuai dengan ukuran yang diberikan Allah Swt. kepadanya Di samping itu, manusia berada di bawah hukum-hukum tersebut (Qauliyah dan Kauniyah). Hanya berbeda dengan makhluk selain manusia, misalnya matahari, bulan dan planet lainnya, seluruhnya ditetapkan takdirnya tanpa bisa ditawar-tawar. (Q.S.Fussilat/41:11)

Manusia makhluk yang paling sempurna, oleh karena itu ia diberi kemampuan memilih bahkan pilihannya cukup banyak. Manusia dapat memilih ketentuan (takdir) Allah Swt. yang ditetapkan keberhasilan atau kemalangan, kebahagiaan atau kesengsaraan, menjadi orang yang baik atau tidak. (Q.S. al-Kahfi/18:29). Namun harus diingat setiap pilihan yang diambil manusia. Pada saat yang sama manusia diminta pertanggungjawaban terhadap pilihannya, karena dilakukan atas kesadaran sendiri. Firman Allah Swt.:

“Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang mensucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya” (Q.S. asy-Syams/91:8-10)

"Apakah manusia mengira dibiarkan tanpa pertanggungjawaban?” (Q.S. Al-Qiyamah/75:36).

Beberapa tamsil peristiwa ini akan dapat memudahkan dalam memahami persoalan takdir.

Dikisahkan ketika Umar bin Khattab akan berkunjung ke negeri Syam (Syiria dan Palestina sekarang) beliau mendengar berita bahwa di sana sedang terjadi wabah penyakit, sehingga beliau membatalkan rencananya tersebut. Kemudian seseorang tampil bertanya: “(Apakah Anda lari/menghindar dari takdir Allah?)” Umar serta merta menjawab: “(Saya lari/menghindari dari takdir Allah kepada takdir-Nya yang lain)”

Sejak zaman Rasulullah saw. telah terjadi kekeliruan dalam menyikapi takdir, salah satunya beliau bersabda:“Pada akhir zaman ada suatu golongan yang berbuat kemaksiatan, dengan (sangat enaknya) mereka berkata: “Allah Swt. telah menakdirkan saya mencuri.”

Peristiwa-peristiwa tersebut menunjukkan kesalahan dalam memahami takdir, padahal dengan tegas Allah Swt. melarangnya. Akhlak yang diajarkan Islam adalah setiap keburukan yang menimpa merupakan kesalahan kita sebagai manusia, sementara segala kebaikan dan keberhasilan merupakan anugerah Allah Swt.

b. Ikhtiar
Ikhtiar adalah berusaha dengan sungguh-sungguh dan sepenuh hati dalam menggapai cita-cita dan tujuan. Allah Swt. menentukan takdir, kita sebagai manusia berkewajiban melakukan ikhtiar. Jika Allah Swt. telah menentukan, kenapa ada ikhtiar?

Perhatikan Firman Allah Swt. dalam Q.S.al-Anbiyaa’/21:90 yang artinya:”Sungguh mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam(mengerjakan) perbuatan-perbuatan baik” Kemudian dalam Q.S.al-Mukminuun/23:60, Allah Swt. Berfirman:” Mereka itu bersegera untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya”

Dari beberapa ayat di atas, Allah Swt. mendorong manusia untuk berusaha, berlomba, dan berkompetisi menjadi orang yang tercepat. Siapa pun yang berusaha dengan sungguh-sungguh, berarti dia sedang menuju keberhasilan. Pepatah Arab mengatakan “Man jadda wajada”, Artinya:“Siapa pun orangnya yang bersungguh-sungguh akan memperoleh keberhasilan”.

Rasulullah saw. bersabda: ”Bersegeralah melakukan aktivitas kebajikan sebelum dihadapkan pada tujuh penghalang. Akankah kalian menunggu kekafiran yang menyisihkan, kekayaan yang melupakan, penyakit yang menggerogoti, penuaan yang melemahkan, kematian yang pasti, ataukah  Dajjal, kejahatan terburuk yang pasti datang, atau bahkan kiamat yang sangat amat dahsyat?”(HR. at-Tirmidzi).

Jika sudah diikhtiarkan namun kegagalan yang diperoleh, maka dalam hubungan inilah letak “rahasia Ilahi.” Meskipun begitu, Allah Swt. tidak menyia-nyiakan semua amal yang sudah dilakukan, walaupun gagal. Firman Allah Swt.: “ Dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna”. (Q.S. an-Najm/53:39-41).

Berdasarkan penjelasan di atas, jelaslah kenapa Allah Swt. mewajibkan manusia berikhtiar. Walaupun sudah ditentukan Qada' dan qadarnya, di pundak manusia lah kunci keberhasilan dan keberuntungan hidupnya. Di samping itu, begitu banyak anugerah yang telah Allah Swt. berikan kepada manusia berupa: naluri, panca indera, akal, kalbu, dan aturan agama, sehingga lengkaplah sudah bekal yang dimiliki manusia menuju kebahagiaan hidup yang diinginkan.

c. Doa
Doa adalah ikhtiar batin yang besar pengaruhnya bagi manusia yang meyakininya. Hal ini karena doa merupakan bagian dari motivasi intrinsik. Bagi yang meyakini, doa akan memberikan energi dalam menjalani ikhtiarnya, karena Allah Swt. telah berjanji untuk mengabulkan permohonan orang yang bersungguh-sungguh memohon. Firman Allah Swt.: “Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa, apabila ia berdoa kepada-Ku, ..” (Q.S. al-Baqarah/2:186)

d. Tawakal
Setelah meyakini dan mengimani takdir, kemudian dibarengi dengan ikhtiar dan do’a, maka tibalah manusia mengambil sikap tawakal. Tawakal adalah “menyerahkan segala urusan dan hasil ikhtiarnya hanya kepada Allah Swt.”.

Dasar pengertian tawakal diambil dari peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah saw.: Pada suatu hari datang seorang sahabat ke kediaman Rasulullah dengan mengendarai unta. Sesampainya di depan rumah beliau, (ada peristiwa ganjil menurut pandangan Rasulullah), sehingga beliau berkata: “Kenapa unta kalian tidak ditambatkan?” Ia menjawab: “Tidak ya Rasulullah, karena saya telah bertawakal.” Kemudian Rasulullah berkata: “Tambatkan dulu unta kalian, baru bertawakal!”

Peristiwa ini menyimpulkan pemahaman bahwa sikap tawakal baru boleh dilakukan setelah usaha yang sungguh-sungguh sudah dijalankan. Hal ini juga memberikan pemahaman bahwa tawakal itu terkait erat dengan ikhtiar, atau dapat disimpulkan bahwa tidak ada tawakal tanpa ikhtiar. Firman Allah Swt.:”Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”(Q.S.Ali-Imran/3:159).


Monday, February 6, 2017

Macam-Macam Takdir

Mengenai hubungan antara Qada' dan Qadar dengan ikhtiar, do’a dan tawakal ini, para ulama berpendapat, bahwa takdir itu ada dua macam seperti dibawah ini:
a. Takdir Mua’llaq
Takdir Mua’llaq adalah takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Misalnya, seorang siswa bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan. Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah Swt. berfirman:

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (Q.S ar-Ra’d/13:11)

b. Takdir Mubram
Takdir Mubram adalah takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak dapat ditawar-tawar lagi oleh manusia. Misalnya, ada orang yang dilahirkan dengan mata sipit, atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan bapak kulit putih, dan sebagainya.


Kewajiban beriman kepada Qada' dan Qadar

Diriwayatkan bahwa suatu hari didatangi oleh seorang laki-laki yang berpakaian serba putih, dan rambutnya sangat hitam mendatangi Rasulullah saw.  Lelaki itu bertanya tentang Islam, Iman dan ihsan. Tentang keimanan, Rasulullah menjawab yang artinya: “Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan beriman pula kepada Qadar (takdir) yang baik ataupun yang buruk”. (H.R. Muslim).

Lelaki itu adalah Malaikat Jibril yang sengaja datang untuk memberikan pelajaran agama kepada umat Nabi Muhammad saw. Jawaban Rasulullah yang dibenarkan oleh Malaikat Jibril itu berisi rukun iman. Salah satu dari rukun iman itu adalah iman kepada Qada' dan Qadar. Dengan demikian, mempercayai Qada' dan Qadar merupakan kewajiban. Kita harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita, baik yang menyenangkan maupun yang tidak adalah atas kehendak atau takdir Allah Swt.

Sebagai orang beriman, kita harus rela menerima segala ketentuan Allah Swt. atas diri kita. Di dalam sebuah hadis qudsi Allah Swt. berfirman yang artinya:

”Siapa yang tidak rida dengan Qada'-Ku dan Qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku”. (H.R.at-Tabrani)

Takdir Allah Swt. merupakan iradah (kehendak) Allah Swt.. Oleh sebab itu, takdir tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Ketika takdir sesuai dengan keinginan kita, hendaklah kita bersyukur karena hal itu merupakan nikmat yang diberikan Allah Swt. kepada kita. Ketika takdir yang kita alami tidak menyenangkan atau merupakan musibah, maka hendaklah kita terima dengan sabar dan ikhlas. Kita harus yakin, bahwa di balik musibah itu ada hikmah yang terkadang kita belum mengetahuinya. Allah Swt. Maha Mengetahui atas apa yang diperbuat-Nya.


Dalil-Dalil tentang Qada dan Qadar

Dalil-Dalil tentang Qada dan Qadar
Allah Swt. menjelaskan tentang Qada' dan Qadar, melalui fiman-firman-Nya, dan juga dalam beberapa hadis Rasulullah saw., di antaranya menyatakan:

a. Dalil Alquran
1) “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran (takdir).” (Q.S. al-Qamar/54:49)
2) “Tidak ada suatu bencana apapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada diri kalian melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah.” (Q.S. al-Hadiid/57:22)
3) “Dan tiap-tiap manusia telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya.” (Q.S. al-Isra’/17:13)
4) “Tidak ada sesutu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah.” (Q.S. at-Tagabun/64:11)

b. Dalil As-Sunah (Hadis Rasulullah)

Ada pula penjelasan Rasulullah saw. tentang Qada' dan Qadar antara lain diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam hadis berikut:
1) “Sesungguhnya penciptaan salah seorang dari kalian dikumpulkan dalam perut ibunya selama empat puluh hari dalam bentuk nuthfah (sperma), kemudian berubah menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi mudghah (sepotong daging) selama empat puluh hari, kemudian malaikat dikirim kepadanya kemudian malaikat meniupkan ruh padanya, dan malaikat tersebut diperintahkan empat hal: menuliskan rizkinya, menuliskan ajalnya, menuliskan amal perbuatannya, dan menuliskan apakah ia celaka, atau bahagia. Demi Dzat yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Dia, sesungguhnya salah seorang dari kalian pasti mengerjakan amal perbuatan penghuni surga, hingga ketika jaraknya dengan surga cuma satu lengan, tiba-tiba ketetapan berlaku padanya kemudian ia mengerjakan amal perbuatan penghuni neraka, dan ia pun masuk neraka. Sesungguhnya salah seorang dari kalian pasti mengerjakan amal perbuatan penghuni neraka, hingga ketika jaraknya dengan neraka cuma satu lengan, tiba-tiba ketetapan berlaku padanya kemudian ia mengerjakan amal perbuatan penghuni surga, dan ia masuk surga.” (H.R. Muslim)

2) Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. bersabda yang artinya:
”Sesungguhnya seseorang itu diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan, yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupnya) sengsara atau bahagia.” (H.R.al-Bukhari dan Muslim)

Dari hadis di atas dapat diketahui bahwa nasib manusia telah ditentukan Qada' dan Qadarnya oleh Allah Swt. sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha, sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya.


Sunday, February 5, 2017

Pengertian Qada dan Qadar

1. Pengertian Qada' dan Qadar
Para ulama berbeda pandangan dalam memberikan arti kata Qada' dan Qadar, sebagian ulama mengartikan sama, dan sebagian ulama yang lain memberikan arti yang berbeda.

Pandangan yang membedakan antara Qada' dan Qadar, mendefiniskan Qadar dengan “ilmu Allah Swt. tentang apa yang akan terjadi pada makhluk di masa mendatang.” Sedangkan Qada' adalah “segala sesuatu yang Allah Swt. wujudkan (adakan atau berlakukan) sesuai dengan ilmu dan kehendaknya.” Sebagian ulama yang lain justru menerapkan definisi di atas secara terbalik, yakni definisi Qada' dan Qadar ditukar.

Pendapat yang menyamakan Qada' dan Qadar memberikan definisi:
”Aturan baku yang diberlakukan oleh Allah Swt. terhadap alam ini, undang-undang yang bersifat umum, dan hukum-hukum yang mengikat sebab dan akibat”. Pengertian itu diilhami oleh beberapa ayat Alquran, seperti
firman Allah Swt.:





Artinya:
“Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya”. (Q.S. ar-Ra’d/13:8)

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Qada' menurut bahasa berarti “menentukan atau memutuskan”, sedangkan menurut istilah artinya “segala ketentuan Allah Swt. sejak zaman azali”. Adapun pengertian Qadar menurut bahasa adalah “memberi kadar, aturan, atau ketentuan”. Sedangkan menurut istilah berarti ”ketetapan Allah Swt. terhadap seluruh makhluk-Nya tentang segala sesuatu”. Firman Allah Swt.:

Artinya:
“Yang kepunyaan-Nya lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu baginya dalam kekuasaan(Nya), dan Dia telah

menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya”. (Q.S. al-Furqan/25:2)

Iman kepada Qada' dan Qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt. telah menentukan segala sesuatu bagi makhluk-Nya. Menurut Yasin, iman kepada Qada' dan Qadar adalah “mengimani adanya ilmu Allah Swt. yang qadim dan mengimani adanya kehendak Allah Swt. yang berlaku serta kekuasaan-Nya yang menyeluruh”.

Setiap muslim wajib mengimani Qada' dan Qadar Allah Swt., yang baik ataupun yang buruk. Firman Allah Swt.:

“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (Q.S. al-Hajj/22:70)

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (Q.S. al-Hadīd/57:22)

Iman kepada Qada' dan Qadar meliputi empat prinsip, sebagai berikut:
a. Iman kepada ilmu Allah Swt. yang Qadim (tidak berpermulaan), dan Dia mengetahui perbuatan manusia sebelum mereka melakukannya;
b. Iman bahwa semua Qadar Allah Swt. telah tertulis di Lauh Mahfuzh;
c. Iman kepada adanya kehendak Allah Swt. yang berlaku dan kekuasaan-Nya yang bersifat menyeluruh;
d. Iman bahwa Allah Swt. adalah Zat yang mewujudkan makhluk. Allah Swt. adalah Sang Pencipta dan yang lain adalah makhluk.

Qada' dan Qadar biasa disebut dengan satu kata, “takdir”. Bagi manusia dan makhluk lain, ada pandangan takdir baik dan buruk, tetapi dalam pandangan Allah Swt., semua takdir itu baik, karena keburukan tidak dinisbatkan kepada Allah Swt. Ilmu Allah Swt., kehendak-Nya, catatan-Nya, dan penciptaan-Nya semua itu adalah kebijaksanaan, keadilan, kasih sayang, dan kebaikan. Keburukan bukanlah sifat Allah Swt. dan bukan pula pekerjaan-Nya. Perhatikan firman Allah Swt. berikut:

“Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikit pun, akan tetapi manusia Itulah yang berbuat zalim kepada dirinya sendiri” (Q.S.Yunus/10:44)


Saturday, February 4, 2017

Mencermati dan Berpikir Kritis terhadap qada dan qadar

Mencermati dan Berpikir Kritis terhadap qada dan qadar
Mencermati dan Berpikir Kritis terhadap qada dan qadar - Masih ingatkah kisah Nabi Musa a.s. yang memegang teguh kepercayaannnya kepada Allah Swt. sewaktu dirinya dihadapkan oleh hamparan laut dengan gelombangnya yang dahsyat, sementara Fir’aun dan bala tentaranya mengejarnya, hendak membunuhnya dan pengikutnya? Namun, Musa a.s. berkata: “Tidak akan! Sungguh Allah besertaku, Allah pasti memberi petunjuk kepadaku”. Mahasuci Allah! dengan mantap Nabi Musa a.s. beserta pengikutnya berjalan di tengah lautan dan diselamatkan oleh Allah Swt.

Demikian pula kisah Nabi Nuh a.s. Allah Swt. memberi kabar bahwa tidak ada lagi kaumnya yang beriman, kecuali mereka yang memang telah beriman. Suatu ketika Nabi Nuh a.s. diperintahkan untuk membuat perahu. Di tengah gurun pasir yang tandus. Nabi Nuh membuatnya bertahun-tahun. Mulai dari menanam pohon, hingga menebangnya. Ia membuat perahu besar di tanah yang kering kerontang.

Kenapa Allah Swt. menyuruhnya membuat perahu? Hal itu untuk membuktikan keimanannnya yang kuat kepada Allah Swt. Seandainya kalian berada di posisi Nabi Nuh a.s. mungkinkah keyakinan kalian terhadap Allah Swt. akan tetap tegar? Bayangkan! kapal di tengah gurun yang tandus!

Jika kisah Nabi Nuh a.s. ini dianalogikan dengan keadaan sekarang, kalianlah yang menjadi bahteranya.

Jangan pernah berpikir bahwa semua ini tidak lebih dari sekedar impian kosong. Gurun pasir Nuh tak ada bedanya dengan kondisi saat ini. Karena yakin, akhirnya mereka membuat kapal dan menaikinya bersama umat yang meyakininya.

Allah Swt. berfirman:

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S.ar-Ra’ad/13:11) (disadur dari karya Amru Khalid dalam Revolusi Diri)

Bagaimana pendapatmu tentang kisah-kisah tersebut?

Cermati kisah Nabi Nuh tersebut dan coba analogikan dengan masalah-masalah sosial yang terjadi saat ini. Tanggapi dengan kritis dari sudut pandang keimanan kalian kepada qada' dan qadar!


Keridaan dan Kesabaran Mencapai Surga

Keridaan dan Kesabaran Mencapai Surga
Tingkatan seorang hamba dalam menghadapi ujian dari Allah Swt. yang tidak disukainya terdiri atas dua yaitu: rida dan sabar. Rida adalah keutamaan yang dianjurkan, sedangkan sabar adalah kewajiban dan keharusan atas seorang mukmin.

Orang yang rida terkadang dapat memperhatikan hikmah dari sebuah ujian dan segi positifnya bagi dirinya, serta tidak berburuk sangka kepada Allah Swt. Adakalanya ia memperhatikan besarnya ujian dan mendapatkan alangkah sempurnanya Allah Swt. , lalu ia larut dalam kesadarannya sehingga ia lupa dengan rasa sakit dan derita yang dialaminya.

Hal ini hanya akan dicapai oleh orang-orang khusus dari kalangan ahli ma’rifat dan mahabbah. Bahkan terkadang mereka justeru menikmati cobaan itu, karena menyadari bahwa cobaan itu datang dari kekasih mereka, Allah Swt. Dalam kitab az- Zuhd, VII/77 Imam at-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Anas r.a. menceriterakan dari Nabi saw. beliau bersabda:
“Sesungguhnya bila Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka, maka siapa yang rida, dia akan mendapatkan keridaan, dan siapa yang marah, dia akan mendapatkan murka”

Ibnu Mas’ud r.a. berkata, ”Sesungguhnya Allah dengan keadilan dan ilmu-Nya menggantungkan kenyamanan dan kegembiraan pada keyakinan dan rida, dan menghubungkan kesusahan dan kesedihan, dengan keraguan dan ketidaksenangan”. Allah Swt. berfirman: ”Dan siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (Q.S.at-Tagabun/64:11)

Allah Swt. Berfirman:
Wahai anak manusia pusatkan perhatianmu untuk beribadah kepada-ku, niscaya Aku penuhi hatimu dengan kekayaan dan memenuhi tanganmu dengan rizki. Wahai anak manusia janganlah jauh-jauh dari-ku, jika kamu jauh Aku penuhi hatimu dengan kemiskinan dan memenuhi tanganmu dengan kesibukan. (H.Q.R.Hakim dari Abu Hurairah) H.R. al-Hali

Rasulullah saw Bersabda:
Barangsiapa yang cita-citanya adalah akhirat, niscaya Allah akan menghimpun kekuatannya, menjadikannya kaya hati dan dunia akan datang kepadanya dengan patuh, akan tetapi barang siapa yang cita-citanya adalah dunia, niscaya Allah akan mencerai beraikan urusannya menjadikan kemiskinan di depan matanya dan dunia tidak datang kecuali yang telah ditentukan oleh Allah bagi dirinya.(H.R.Ibnu Majah dari Zaid bin Sabit)


Perilaku Mulia Terhadap Hari Akhir

Perilaku Mulia Terhadap Hari Akhir
Perilaku Mulia Terhadap Hari Akhir - Keyakinan akan adanya hari akhir mengantar manusia untuk melakukan kegiatan - kegiatan positif dalam kehidupannya khususnya banyak melakukan amal kebaikan sesuai dengan nilai-nilai Alquran.

Dari pembahasan di atas, perilaku yang menggambarkan kesadaran beriman kepada Hari Akhir sebagaimana berikut ini:
1. Menyadari bahwa semua perbuatan selama di dunia akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. untuk itu segala sikap dan perilaku kita harus selaras dengan tuntunan agama;
2. Menyadari bahwa manusia itu sangat kecil di hadapan kebesaran Allah Swt., sehingga diharapkan dapat menghilangkan sikap takabur atau sombong dalam dirinya;
3. Selalu berusaha melakukan amal salih dan menghindari semua perbuatan yang bertentangan dengan norma agama;
4. Membiasakan diri dengan akhlak karimah, seperti mawas diri, rendah hati, peduli kepada sesama, dan lain-lain;
5. Selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah Swt. baik dengan melakukan ibadah ritual (seperti salat) maupun dengan ibadah sosial, yaitu semua kegiatan yang bermanfaat bagi sesama;
6. Termotivasi untuk selalu bekerja keras dan menjauhi kemalasan.


Friday, February 3, 2017

Hikmah Beriman kepada Hari Akhir

Hikmah Beriman kepada Hari Akhir
Hikmah Beriman kepada Hari Akhir - Semua ciptaan Allah Swt. yang lahir di dunia mempunyai hikmah karena Allah Swt. tidak menjadikan sesuatu sia-sia belaka tanpa tujuan dan hikmah di dalamnya. Di bawah ini beberapa hikmah iman kepada Hari Akhir:
1. Muncul rasa kebencian yang dalam kepada kemaksiatan dan kebejatan moral yang mengakibatkan murka Allah Swt. di dunia dan di akhirat:
Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaknya ia menghormati tamunya, siapa saja yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaknya ia menyambung tali silaturrahim, dan siapa saja yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaknya ia berkata yang baik atau diam”. (H.R.Al-Bukhari dan Muslim)

2. Menyejukkan dan menggembirakan hati orang-orang mukmin dengan segala kenikmatan akhirat yang sama sekali tidak dirasakan di alam dunia ini;

3. Senantiasa tertanam kecintaan dan ketaatan terhadap Allah Swt. dengan mengharapkan mau’nah-Nya pada hari itu;

4. Senantiasa termotivasi untuk beramal baik dengan ikhlas;

5. Senantiasa menghindari niat-niat yang buruk apalagi melaksanakannya;

6. Menjauhkan diri dari asumsi-asumsi yang mengkiaskan apa yang ada di dunia ini dengan apa yang ada di akhirat.


Thursday, February 2, 2017

Hakikat Beriman kepada Hari Akhir

Hakikat Beriman kepada Hari Akhir
Hakikat Beriman kepada Hari Akhir - Iman kepada hari akhir merupakan rukun iman yang kelima yang harus diyakini oleh setiap umat Islam. Segala perbuatan yang dilakukan oleh setiap manusia, baik maupun buruk akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak. Oleh sebab itu, keimanan kepada Hari Akhir hendaknya dijadikan landasan utama untuk menyadarkan diri agar selalu taat kepada ajaran Allah Swt.

Banyak ayat dan hadis yang memerintahkan kita agar meyakini datangnya Hari Akhir, di antaranya adalah firman Allah Swt. pada Q.S. al-Baqarah/2:4 berikut:






 Artinya:
“dan mereka yang beriman kepada (al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat”.

Kemudian dalam percakapan Rasulullah dengan malaikat Jibril yang panjang tentang iman, Islam, dan Ihsan, beliau bersabda (ketika ditanya tentang iman):





Artinya: “Beliau menjawab: ‘Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk”. (H.R. Muslim).

Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa meyakini adanya Hari Akhir merupakan salah satu ciri orang beriman. Sedangkan dalam penggalan hadis di atas, Rasulullah saw. menyebut Hari Akhir sebagai salah satu perkara yang wajib diyakini, yang kemudian disebut rukun iman.

Iman kepada Hari Akhir berarti percaya dengan penuh keyakinan bahwa kehidupan yang kekal hanyalah di akhirat.


Wednesday, February 1, 2017

Periode Hari Akhir

Periode Hari Akhir - Setelah alam semesta hancur secara total dan kehidupan semua makhluk Allah berakhir, maka mulailah manusia menjalani tahapan kehidupan baru dan proses menuju alam baqa’. Tahapan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Yaumul Ba’ats
Sesudah hancur dan musnahnya alam semesta termasuk manusia, terjadilah hari kebangkitan. Hari kebangkitan adalah proses dibangkitkannya seluruh makhluk dari alam kubur. Firman Allah Swt.:

“Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepada mereka apa saja yang mereka telah kerjakan, dan Allah mengumpukan semua amal perbuatan mereka padahal mereka sudah melupakannya dan Allah menyaksikan atas segala sesuatu.” (Q.S.al-Mujadalah/58:6).

2. Yaumul Hasyr
Yaumul Hasyr yaitu hari berkumpulnya manusia setelah dibangkitkan dari kuburannya masing-masing. Kemudian semua manusia digiring ke tempat yang luas yaitu Padang Mahsyar (tempat
berkumpul). Firman Allah Swt.:

“Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan dapat melihat bumi itu datar dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.” (Q.S. al-Kahfi/18:47).

3. Buku Catatan
Setiap manusia di alam mahsyar mempunyai buku catatan (kitab perjalanan hidup) yang sudah dicatat Malaikat Raqib dan ‘Atid. Kitab catatan ini berisi semua perbuatan dan perkataan manusia sewaktu hidup di dunia. Firman Allah Swt.:

“Dan diletakkan kitab, lalu akan kamu lihat rang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang tertulis di dalamnya dan mereka berkata  “Wahai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak melupakan yang kecil dan tidak pula yang besar, melainkan ia mencatat semuanya. Mereka memperoleh di hadapan mereka apa-apa yang telah mereka kerjakan. Dan Tuhanmu tidak akan menganiaya seseorang pun.” (Q.S. al-Kahfi/18:49).

4. Yaumul Hisab dan Mizan
Yaumul Hisab adalah hari ketika Allah Swt. memperlihatkan semua amalan di akhirat untuk dihisab. Segala dosa besar dan kecil dihitung dengan seksama dan teliti. Ketika amalan mereka dihitung, anggota tubuh mereka ikut menjadi saksi. Firman Allah Swt.:

“Pada hari itu lidah, tangan, dan kaki masing-masing menjadi saksi atas perbuatan yang telah mereka kerjakan.” (Q.S. an-Nur/24:24).

Tahapan selanjutnya adalah Mizan. Mizan adalah timbangan yang adil berisi  kebajikan dan kejahatan yang telah diperbuat setiap manusia. Setiap orang ditimbang amalnya dengan seadil-adilnya. Firman Allah Swt.:  

“Dan Kami letakkan timbangan yang tepat (adil) pada hari kiamat dan tidak seorang pun dirugikan walau sedikit. Dan jika amalan itu hanya seberat zarrah pasti kami berikan (pahalanya). Dan cukuplah kami saja yang memperhitungkannya.” (Q.S. al-Anbiy±’/21:47).

5. As-Sirat
As-sirat adalah jembatan yang terbentang di atas neraka menuju surga. Mudah atau sulitnya melewati As-sirat itu tergantung kepada amal setiap manusia. Rasulullah saw. bersabda:

“Terbentanglah jembatan (As-sirat ) itu di antara dua tepi Neraka Jahanam.” (H.R. Muslim).

6. Yaumul Jaza’
Yaumul Jaza’ yaitu suatu hari ketika semua manusia akan menerima balasan Allah Swt. (Jaza’). Balasan yang diterima seseorang sesuai dengan amalnya selama ia hidup di dunia. Firman Allah:

“Pada hari itu tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang telah diusahakannya. Tidak seorang pun dirugikan pada hari tersebut. Sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (Q.S al-Mukmin/40:17).

7. Balasan Perbuatan Baik dengan Surga
Setelah seluruh manusia dihisab dan melalui timbangan, mereka diberikan balasan yang sesuai dengan amal perbuatannya. Pada saat itu terbagilah manusia menjadi dua golongan. Adapun bagi mukmin yang bertakwa  kepada Allah Swt. pasti akan menerima balasan yang setara,yaitu berupa surga. Surga disediakan Allah Swt. sebagai karunia kepada hamba-Nya (Perhatikan! Q.S. al-Haqqah/69:21-24), (Q.S. al-Waqi’ah/56:8-40).

8. Balasan Perbuatan Buruk dengan Neraka
Adapun orang yang selama hidup di dunia lebih banyak mengerjakan perbuatan jahat,maksiat tercela,dan kafir terhadap Allah Swt. kufur kepada ajaran dan nikmat Allah Swt., maka akan menerima balasan yang jahat pula.

Sebagian kegetiran dan kerasnya siksaan neraka, digambarkan melalui firman Allah Swt. dalam Q.S. al-Gasyiyah/88:4-7:

“Memasuki api yang sangat panas (neraka), diberi minuman dengan  air dari sumber yang sangat panas. Mereka tidak memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.” 


New Post

Mengikuti Bacaan Muazin

Mengikuti Bacaan Muazin - Jika seseorang mendengar azan, hendaknya dia mengikuti bacaan tersebut berdasaran sabda Nabi Saw., "Jika ...

Pages - Menu